Malam semakin larut, tapi Aku masih belum tidur. Aku memang
mempunyai penyakit susah tidur saat malam, atau yang biasa Kita sebut Insomnia.
Aku masih sibuk dengan sebuah jejaring sosial yang sekarang tenar dengan nama
Facebook.
Tepat pada pukul 00.30 WIB, Aku mendengar suara ayam jantan
berkokok. Bagiku itu aneh sekali, karena Aku belum pernah mendengar ayam
berkokok pada waktu tersebut. Aku merasa semakin aneh, karena ayam jantan yang
berkokok itu mengeluarkan suara aneh, seperti batuk-batuk dan suaranya serak.
Dan setelah itu Aku merasa ada suara yang mengganjal. Suara itu sangat aneh,
Aku pun tak bisa mengungkapkan bagaimana suara itu. Seperti tidak ada, tapi
ada. Aku sendiri bingung. Aku tak berani bergerak. Aku merasa bulu kuduk-ku
merinding. Aku mulai mengucap berbagai ayat pendek Al-Qur’an dan berdo’a. Lama
kelamaan Aku merasa takut. Apalagi hanya Aku sendiri yang belum tertidur.
Aku berusaha menghubungi teman-temanku lewat handphone-ku, agar
pikiranku teralihkan dari suara itu. Namun, siapa sih yang masih terjaga jam
segini. Tak satu pun dari teman-temanku yang membalas pesanku. Aku pun mulai
semakin takut. Aku ingin membangunkan Ibu ku, tapi, bergerak sedikit saja Aku
tak berani, apalagi keluar kamar dan membangunkan Ibuku.
Aku pun meng-update status pada akun jejaring sosial Facebook
milikku. Dalam status itu, aku tuliskan apa apa saja yang baru aku alami.
Untungnya, masih ada beberapa Facebookers yang masih online. Beberapa dari
mereka mengomentari statusku. Rata-rata mereka mengeluarkan pendapat yang tak
masuk diakal, karena itu berhubungan dengan mitos. Sebagian beranggapan bahwa
ada yang akan meninggal dunia, ada orang yang hamil diluar nikah, ada maling,
dan tidak ada apa-apa. Bahkan ada pula yang menyuruhku mengecek ayam tersebut,
“Mana tahu sakit” kata salah satu pemilik akun facebook lain.
Huh! Aku pun memutuskan untuk tidur.
Pagi pun datang. Mentari mulai menampakkan wujudnya. Aku pun
bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Aku tak sabar ingin menceritakan
pengalaman ku tadi malam.
Sesampainya di sekolah. Aku langsung bergabung dengan teman-temanku,
mereka adalah Vinny, Anggun, Vovi, Via dan Della. Aku pun mulai menceritakan
kejadian yang aku alami semalam.
“Menurutku ayammu itu punya kelainan.” sahut Via nyeleneh.
“Mungkin ayammu minta dikawani tidur.” Kata Vovi.
“Ayammu keselek permen kali!” Della menimpali. Kami pun tertawa
terbahak-bahak.
“Eh eh, Aku serius nih.. lagian itu bukan ayam aku.” kataku.
“Menurut Vinny gimana?”
“Menurut aku sihh, emm…” Vinny tak melanjutkan pembicaraannya.
Kami pun mulai duduk merapat. Suasana yang tadinya lucu, mulai berubah menjadi
seram.
“Menurut aku itu Miss. K!!!” lanjut Vinny. Kami pun tersentak.
Miss. K adalah panggilan dari kami untuk hantu yang biasanya orang lain panggil
Kuntilanak.
“Kata mbah aku, kalo ada ayam jantan berkokok berulang-ulang
tengah malam, berarti ada Miss. K, itu sebabnya tadi malam Dwi ngerasa
merinding.” Vinny melanjutkan pembicaraannya.
“Ihh, masa’ sih?” tanyaku, Aku tak pernah percaya apa yang
orangtua dulu katakan.
Itu hanya mitos! Aku menekankan kata-kata itu dalam hatiku. Aku
tak ingin membahasnya lagi.
“Aaaaaaa!!!” tiba-tiba Via berteriak sambil menunjuk ke arah
jendela yang berada di dekat Anggun. Sontak Anggun meloncat dan berlari seraya
berteriak. Via tertawa, dan Kami pun ikut tertawa. Dia hanya bercanda,
menakut-nakuti Anggun. Anggun memang orang yang penakut.
Sepulang sekolah, Aku dan Hesti pergi ke rumah temanku, Fatijah.
Kami berencana untuk mengerjakan tugas sekolah. Sambil mengerjakan tugas
tersebut, Aku bercerita kembali tentang kejadian yang aku alami tadi malam.
“Emang tuh ayam berkokok berapa kali, Wi?” tanya Hesti.
“Aku kagak ngitung, Hes. Sangkin takutnya, kagak kepikiran buat
ngitung. Emang kenapa?” tanya ku.
“Untung gak dihitung. Kalau misalnya nih, tuh ayam berkokok tiga
kali, itu berarti bakal ada yang meninggal. Tapi, kalau berkokoknya udah lebih
dari tiga kali, mending kagak usah di-itung. Apalagi ngitung-nya sampe tujuh
kali.” Jelas Hesti.
“Emang kenapa kalau dihitung sampe tujuh kali?” tanyaku
penasaran.
“Kalau ayamnya berkokok sampe tujuh kali berarti ada Mr. G!!
Kalau misalnya kamu ngitung berapa kali tuh ayam berkokok sampe tujuh kali, si
Mr. G bakalan tahu posisi kamu di mana, dan dia bakalan ikutin kamu.” kata
Hesti.
“What??!! Mr. G?? Astagfirullahaladzim…” Aku tersentak. Mr. G?
Alias hantu yang nge-trend dengan nama Gondoruwo itu? Gila. Kagak habis pikir
dah, bisa-bisanya di era yang serba canggih gini mitos begituan masih tetep aja
ada.
Tiba-tiba hujan mulai turun dengan derasnya, disertai petir dan
kilatnya yang mulai menyambar-nyambar. Suasana mulai mencekam
“Kenapa pake acara hujan segala sih?” kataku.
“Alah, kemaren kagak hujan hujan ngomel, sekarang giliran hujan
tiba juga ngomel.” kata Fatijah seraya membawa baki berisi beberapa makanan dan
minuman dari dapur.
“Yaa, jangan sekarang juga kali, ntar aja hujannya pas aku udah
sampe rumah.” timpalku.
“Hihihi” Hesti tertawa. Tertawa yang menurutku tidak asik,
karena pikiranku terganggu oleh penjelasannya tentang kejadian semalam yang ku
alami tadi.
Sambil menunggu hujan reda, kami pun bercerita tentang mitos-mitos
rakyat. Hesti yang banyak bercerita tentang hal itu, karena sebelum Dia pindah
ke kota Jambi tempatku tinggal, Dia tinggal di tanah Jawa, tempat di mana
mitos-mitos sangat dipercayai. Tempat di mana Dia hidup, terikat oleh
mitos-mitos.
Aku mengambil sepotong pisang goreng yang disuguhkan oleh
Fatijah ketika sebuah petir besar menyambar pepohonan.
Duuaaarrr!!!
Sontak aku terkejut dan menjatuhkan pisang goreng yang ku pegang
dan Aku mulai latah. Yaa, Aku memang mempunyai penyakit khas Indonesia yang disebut
Latah. Hesti dan Fatijah pun tertawa.
Jam dinding telah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Aku masih sibuk
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guruku. Sambil mengerjakan tugas, Aku
mendengarkan musik favoritku yang beraliran Alternative Rock. Aku bisa lebih
fokus belajar dengan mendengarkan musik. Kata guruku, itu bisa membuat
aktivitas otak kiri dan otak kanan seimbang.
Drrrttt!!
Handphone-ku bergetar. Ada sebuah pesan singkat masuk. Dari
Irfan.
“Masih tuh ayam berkokok?” tanyanya.
“Kagak tahu lah, paling ntar berkokok lagi.” Aku membalas pesan
singkat darinya.
“Kata Ibu aku sih, kalau ada ayam berkokok tengah malam, berarti
ada orang yang hamil diluar nikah. Biasanya, tuh ayam berkokok arahnya pasti
ngadep rumah orang yang hamil diluar nikah ini. Nah, ayam itu gak bakal
berhenti berkokok sampe yang hamil diluar nikah itu ketahuan. Gituuu…” balas
Irfan.
“Hmm.. sekarang ini, aku gak mempermasalahkan masalah ayam
berkokoknya. Kali aja karena udah menjelang pagi makanya ayamnya berkokok, yang
jadi masalahnya suara setelah ayam berkokok itu lho. Itu suara apa’an?”
balasku.
Tak lama kemudian Irfan membalas pesan dariku dengan jawaban
yang kurang memuaskan bagiku.
“Yaa, mana aku tahu..”
Aku tak membalas pesan darinya. Aku melanjutkan tugas yang tadi
ku kerjakan.
Sekitar pukul 21.30 WIB, suara kokok ayam itu mulai terdengar
lagi. Tapi tidak serak. Aku menarik kata-kataku tadi. Ayam itu tidak berkokok
karena menjelang pagi!
Aku langsung mengirim pesan singkat ke Irfan.
“Ayamnya berkokok lagi!”
Ku tunggu-tunggu balasan pesan darinya. Tapi, tak datang-datang
juga.
Sudah tidur! Pasti.
Paginya, aku menemui Irfan di kelasnya. Dia meminta maaf karena
tidak membalas pesanku tadi malam. Dia mulai memantapkan tanggapannya kemarin,
bahwa yang dikatakannya itu benar. Dan kalau Aku boleh memilih, Aku lebih
memilih pendapat Irfan dari pada pendapat Vinny ataupun Hesti.
Aku kembali ke kelasku. Aku bercerita bahwa tadi malam Aku
mendengar ayam itu berkokok lagi. Teman-temanku pun binggung.
“Kalian aja bingung, apalagi aku.” Kataku.
“Udah deh, gak usah terlalu dipikirkan” kata Vovi.
“Iya deh.” Kata ku.
Seperti biasanya, Aku tak bisa tertidur. Waktu telah menunjukkan
pukul 00.00 WIB. Aku mulai was-was. Di benakku terlintas berbagai
pertanyaan-pertanyaan. Akankah ayam itu berkokok lagi?
Benar. Ayam itu berkokok lagi. Aku langsung bersembunyi di balik
selimut hangatku. Aku tak ingin mendengar suara-suara aneh setelah kokok ayam
itu lagi, meskipun suara aneh itu berasal dari penyanyi papan atas Chester
Bennington sekalipun.
Malam itu, tepat pukul 00.00 WIB, aku di kejutkan oleh suara
sebuah mobil Ambulance.
“Siapa yang diangkut mobil ambulance jam segini? Semoga orang
itu baik-baik saja.” Aku bergumam.
Kali ini aku tak mendengar suara kokok ayam itu lagi.
Esok harinya di sekolah, Aku mendengar berita bahwa ada
peristiwa kecelakaan malam tadi di jalan raya depan rumah temanku yang bernama
Turi.
“Bekas darahnya masih ada, dilingkari garis pilox putih.
Kabarnya korbannya meninggal dunia.” kata temanku, Robi.
“Semalam jam dua belas aku memang mendengar suara mobil
Ambulance.” Sahutku
“Tapi aku tak mendengarnya.” Vinny menimpali.
“Memang kamu tidur jam berapa?” tanya Robi.
“Jam sembilan.” jawab Vinny.
“Yeee, pantes aja gak dengar.” Kata Robi.
“Wuu!! Dasar aneh.” Sorak ku.
Berarti mitos yang Hesti katakan itu benar.
“misalnya nih, tuh ayam berkokok tiga kali, itu berarti bakal
ada yang meninggal.”
Kata-kata Hesti terlintas di benakku. Tapi, ayam itu berkokok
lebih dari tiga kali. Aku
bertanya-tanya dalam hati. Sungguh pertanyaan yang sesungguhnya tak layak untuk dipikirkan.
bertanya-tanya dalam hati. Sungguh pertanyaan yang sesungguhnya tak layak untuk dipikirkan.
Semenjak itu, Aku semakin sering mendengar kokok ayam tersebut.
Siang, pagi, dan malam. Aku tak ingin mengurusi hal itu lagi.
Sore itu, Aku pergi ke rumah temanku, Amin. Rumahnya berada di
depan rumahku. Aku hendak menge-print tugas Geografi ku. Sambil menunggu
tugasku selesai diprint. Aku bercerita dengan Ibunya Amin, Ibu Mardi, tentang
kejadian yang aku alami belakangan ini.
Ibu Mardi tampak tertarik dengan ceritaku. Ketika aku selesai
bercerita, Ibu Mardi tampak tertawa. Aku heran dan kemudian bertanya.
“Ini serius lho, Bu. Serem. Kok Ibu malah tertawa sih? Kan bukan
kisah lucu. Ibu kenapa tertawa?”Aku menunggu sampai Ibu Mardi selesai tertawa. Kemudian
disisa-sisa tertawanya itu, Beliau menjelaskan.“Suara kokok ayam yang Dwi dengar itu, suara ayam suami Ibu, Pak
Mardi.”
“Nah, terus?” tanyaku penasaran.
“Nah, terus?” tanyaku penasaran.
“Ayam itu diikutkan dalam lomba kokok ayam termerdu sama suami
Ibu. Tapi, kemarin ayam itu sakit, suaranya jadi jelek, serak-serak gitu.
Mungkin Dwi mendengar ayam itu berkokok ketika dia sedang sakit. Pas pula dini
hari, itu memang wajar, meskipun sebelumnya Dwi tak pernah dengar ayam berkokok
jam segitu. Mungkin karena kita tinggal di Komplek perumahan, jadi tidak ada
suara ayam berkokok.” Aku mengiyakan kata-kata Ibu Mardi.
Ibu Mardi melanjutkan ceritanya.
“Karena sehabis sakit suara ayam itu tidak merdu lagi, suami Ibu
melatihnya lagi. Makanya Dwi sering mendengar ayam itu berkokok. Bukan karena
mitos-mitos yang teman-teman Dwi katakan. Dan suara aneh yang Dwi dengar setelah
kokok ayam itu mungkin perasaan Dwi saja, karena terbawa suasana serem gitu,
Ibu juga sering gitu” Ibu Mardi mengakhiri ceritanya dan melanjutkan tawanya.
“Olala! Ternyata suara kokok ayamnya Pak Mardi tho.” Kataku
seraya ikut tertawa.
Aku merasa geli sendiri atas semua kejadian-kejadian yang aku
alami ini. Ternyata tak seseram dan seburuk yang dibayangkan.Aku mengambil
hasil print-ku, kemudian pamit pulang dengan Ibu Mardi dan Pak Mardi. Mungkin
Ibu Mardi akan bercerita kepada Pak Mardi tentang hal yang kami bicarakan
tadi.Dalam perjalanan pulang Aku tertawa kecil, mengingat ternyata semuanya
bukanlah karena mitos-mitos yang teman-temanku katakan. Aku tak sabar agar hari
esok tiba, Aku ingin menceritakan semuanya kepada teman-temanku.
Selesai
Cerpen Karangan: Dwi Pertiwi
Facebook: Dwi Nata Desianto
Facebook: Dwi Nata Desianto
0 komentar:
Posting Komentar
Thank's atas komentarnya